Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Bulan ini sering menjadi momentum kebangkitan spiritual bagi banyak Muslim. Masjid menjadi lebih ramai, mushaf Al-Qur’an lebih sering dibuka, dan hati menjadi lebih lembut dengan dzikir dan doa. Namun, sebuah pertanyaan penting perlu kita renungkan bersama: apakah semangat ibadah kita hanya muncul saat Ramadhan saja?
Di antara nasihat emas dari ulama salaf, ada ucapan menyentuh dari Bisyr al-Hafi rahimahullah, beliau berkata:
"Sejelek-jelek kaum adalah mereka yang mengenal Allah hanya di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang shalih yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun."
(Lathaiful Ma'arif, hlm. 390)
Ramadhaniyyun: Fenomena Ibadah Musiman
Istilah “Ramadhaniyyun” mengacu pada orang-orang yang hanya semangat beribadah saat Ramadhan, tapi kembali lalai setelahnya. Shalat malam hanya di 10 malam terakhir, tilawah Al-Qur’an berhenti di hari raya, dan masjid kembali sepi ketika takbir Idul Fitri berkumandang. Ini adalah fenomena yang patut disayangkan, sebab Islam bukan hanya untuk Ramadhan—tapi untuk sepanjang hidup.
Allah ﷻ berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)."
(QS. Al-Hijr: 99)
Ayat ini menegaskan bahwa ibadah kepada Allah tidak mengenal masa atau momen tertentu saja. Ia adalah perjalanan seumur hidup.
Ciri Muslim Sejati: Konsistensi dalam Ibadah
Salah satu sifat orang beriman sejati adalah istiqamah, atau konsisten dalam ketaatan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
"Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling terus-menerus meskipun sedikit."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengajarkan kita bahwa kualitas ibadah tidak semata-mata diukur dari kuantitasnya dalam waktu singkat, tetapi dari konsistensinya dalam jangka panjang. Lebih baik membaca Al-Qur'an satu halaman setiap hari sepanjang tahun, daripada menyelesaikan 30 juz hanya dalam Ramadhan tapi tak membukanya lagi setelahnya.
Ramadhan: Latihan, Bukan Tujuan Akhir
Sesungguhnya, Ramadhan adalah madrasah ruhani yang Allah siapkan untuk melatih kita menjadi pribadi yang bertakwa. Allah ﷻ berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
(QS. Al-Baqarah: 183)
Jika setelah Ramadhan kita kembali kepada kelalaian dan maksiat, maka pertanda kita belum lulus dari pelatihan Ramadhan. Padahal, tujuan dari Ramadhan bukan hanya untuk mengisi satu bulan dengan ibadah, tapi untuk membawa perubahan jangka panjang dalam hidup kita.
Menjadi Hamba Rabbani, Bukan Musiman
Ibn Rajab rahimahullah berkata:
“Orang-orang shalih dahulu berdoa selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadhan, dan enam bulan setelahnya mereka berdoa agar amalan Ramadhan mereka diterima.”
(Lathaiful Ma’arif, hlm. 232)
Ini menunjukkan bahwa semangat ibadah mereka tidak pernah berhenti. Mereka bukan sekadar hamba Ramadhan, tapi hamba Rabb—yang tunduk dan taat kepada Allah kapan pun dan di mana pun.
Penutup: Ayo Jadi Muslim Sepanjang Tahun
Ramadhan memang spesial, tapi keistimewaan kita sebagai hamba Allah justru diuji di luar bulan itu. Apakah kita tetap menjaga shalat berjamaah? Apakah tilawah tetap mengisi hari-hari kita? Apakah hati masih gemetar ketika mendengar ayat-ayat Allah?
Mari kita buktikan bahwa kita bukan hanya Ramadhaniyyun, tetapi Rabbaniyyun—hamba-hamba yang setia dan taat sepanjang tahun. Semoga Allah menjaga keistiqamahan kita, menerima amal ibadah kita, dan mempertemukan kita dengan Ramadhan yang akan datang dalam kondisi lebih baik.
“Ya Allah, jadikan kami termasuk orang-orang yang istiqamah dalam ibadah, bukan hanya di bulan Ramadhan, tapi sepanjang hidup kami. Aamiin.”